Diberdayakan oleh Blogger.

SLIDER WIDGET

cah karangpoh

Pages - Menu

Followers

Buscar

Kamis, 11 Oktober 2012

Pendiri NU; Pejuang Syariat Anti Nyeleneh

Jika ingin melihat ‘pendapat’ NU atas berbagai persoalan di tengah umat, kapanpun akan tetap relevan jika menjadikan pendapat atau pemikiran Hasyim Asy’ari sebagai salah satu referensi terpenting. Mengapa?

Ulama Pejuang
Hasyim Asy’ari pendiri NU (Nahdlatul Ulama). Sepulang belajar dari Mekkah, pada 31/1/1926, NU didirikan sebagai media perjuangan melestarikan tradisi-tradisi Islam berdasarkan mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dia berkehendak menerapkan syariat Islam.

Riwayat Hasyim Asy’ari –antara lain- bisa kita baca di www.tebuireng.net, ‘edisi’ 25/1/2009, dengan judul “H.M. Hasyim Asy'ari Pendiri dan Pengasuh Pertama Pesantren Tebuireng (1899 – 1947)”.

Nama lengkap dia adalah KH Muhammad Hasyim Asy'ari. Dia lahir pada 14/2/l871 di Jombang. Pada usia 15 tahun, Hasyim belajar di sejumlah pesantren seperti di Pesantren Wonorejo Jombang, Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan, dan Pesantren Trenggilis Surabaya.

Hasyim melanjutkan ke Pesantren Kademangan –Bangkalan- diasuh Kiai Kholil bin Abdul Latif. Dia lalu belajar di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di kedua pesantren ini Hasyim belajar masing-masing selama 5 tahun.

Pada 1892 Hasyim ke Mekkah, berhaji. Kesempatan itu digunakannya juga untuk mendalami ilmu. Hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya, terutama ilmu hadits.

Setahun berikutnya, Hasyim kembali ke Mekkah. Di sana, dia rajin menemui ulama-ulama besar. Setelah ilmunya dinilai mumpuni, Hasyim dipercaya mengajar di Masjidil Haram bersama tujuh ulama Indonesia lainnya, seperti –antara lain- Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.

Pada 1899, Hasyim mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang. Kecuali aktif mengajar, berdakwah, dan berjuang (bersama rakyat merebut kemerdekaan Indonesia), Hasyim juga produktif menulis. Dia menulis antara pukul 10 sampai menjelang dzuhur. Itu, waktu longgar untuk membaca kitab, menulis, dan menerima tamu.

Karya Hasyim –mendekati dua puluh judul- banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misal, ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Hasyim menyusun Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah wa al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.

Ada juga kitab At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Situs www.tebuireng.net memberi catatan, bahwa buku ini berupa: “Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran. Ditulis berdasarkan kejadian yang pernah dilihat pada malam Senin, 25 Rabi’ al-Awwal 1355 H, saat para santri di salah satu pesantren sedang merayakan Maulid Nabi yang diiringi dengan perbuatan mungkar, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, permainan yang menyerupai judi, senda-gurau, dan lain-lain. Pada halaman pertama terdapat pengantar dari Tim Lajnah Ulama Al-Azhar, Mesir”.

Masih menurut situs yang sama, Hasyim juga sering menjadi kolumnis di berbagai majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Hasyim berisi jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang.

Anti-nyleneh
Tampak, Hasyim merupakan figur yang sangat peduli dalam penegakan syariat Islam. Dia sangat tegas dalam menyikapi tradisi-tradisi nyleneh yang tidak memiliki dasar hukum.

Bagaimana sikap Hasyim atas sejumlah masalah, yang jika dihubungkan dengan persoalan-persoalan kekinian masih sangat relevan? Di www.hidayatullah.com 22/4/2010 ada tulisan berjudul “KH Hasyim Asy’ari dan Liberalisasi Pemikiran” yang ditulis Kholili Hasib alumnus Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor – Ponorogo.

Kholili menulis, bahwa dalam aspek keyakinan, Hasyim pernah mewanti-wanti warga NU agar menjaga basic-faith dengan kokoh. Di Muktamar NU ke-11, pada 9/6/1936, Hasyim menyampaikan nasihat-nasihat penting, misalnya, ajakan untuk bersatu merapatkan diri melakukan pembelaan saat ajaran Islam dinodai. Kholili lalu mengutip nasihat Hasyim: “Belalah agama Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an dan sifat-sifat Allah Yang Maha Kasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah sesat.”

Atas nasihat di atas –yang sangat relevan dengan situasi kekinian- kita langsung tertunduk. Sebab, berbagai ‘ajaran nyleneh’ di sekitar kita langsung terbayang: Misal, pernah ada yang bilang bahwa Al-Qur’an adalah Kitab yang paling porno. Ada yang menyatakan, bahwa kita memerlukan Al-Qur’an edisi kritis. Ada yang berpendapat, bahwa jika syariat Islam ditegakkan maka korban pertama adalah perempuan. Ada yang berteori, bahwa semua agama sama dan karenanya kebenaran setiap agama relatif. Ada yang menyimpulkan, bahwa kelak semua pemeluk agama yang berbeda akan masuk surga yang sama, hanya melewati pintu yang berbeda.  

Terutama di saat kita menghadapi pikiran-pikiran munkar itu, di ketika kita berusaha menegakkan syariat Allah, maka –seperti yang dikutip Kholili- patut untuk selalu kita renungkan nasihat Hasyim ini: “Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu’) kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan”. Artinya, Hasyim meminta kita bersatu menegakkan syariat dan melawan kemunkaran.

Sang Inspirator
KH Hasyim Asy'ari telah lama wafat, yaitu pada 25/7/1947. Tapi, dia telah mewariskan banyak hal. Setidaknya, ada tiga yang inspiratif. Pertama, Hasyim adalah tipe pembelajar yang haus ilmu. Dia buru ilmu ke berbagai penjuru.

Kedua, organisasi yang didirikannya bernama bagus: Nahdlatul Ulama yang bermakna Kebangkitan Ulama. Tentu saja mudah kita bayangkan, nasib seperti apa yang akan dirasakan umat jika para ulama –sang Pewaris Nabi- bangkit dan bergerak secara terorganisasi beramar ma’ruf nahi munkar menegakkan syariat Allah. Optimisme tersulut dengan nama organisasi yang bagus.

Ketiga, dari warisan berupa sejumlah bukunya, kita akan terus dapat mengambil pelajaran darinya andai ada persoalan-persoalan keislaman yang memerlukan penyelesaian. Misal, bagaimana seharusnya menyikapi pemikiran-pemikiran nyleneh -yang liberal-, yang kerap mengacak-acak syariat Islam.

0 komentar:

Posting Komentar